KUPERUNTUKKAN KEPADA SIAPA SAJA YANG DIUJI DENGAN PENYAKIT DAN BELUM SEMBUH-SEMBUH

KUPERUNTUKKAN KEPADA SIAPA SAJA YANG DIUJI DENGAN PENYAKIT DAN BELUM SEMBUH-SEMBUH

Oleh: Salahudin Sunan Alsasaki

Kutulis tulisan ini sebagai bentuk peduli saya kepada kalian wahai sahabat-sahabatku yang sedang bergelut dengan rasa sakit. Semoga rasa sakit itu berubah menjadi rasa manis setelah membaca ini. Inilah bentuk kepedulian saya dengan do'a:
لا بأس طهور إن شاء الله

Betapa sering kita dengar dari mulut pasien yang mengatakan bahwa dia telah lama sakit gangguan jin dan telah melakukan berbagai ikhtiar namun kesembuhan belum juga datang. Mendengar ini kita sebagai peruqyah tentunya ikut merasakan bagaimana beratnya beban yang dipikul oleh pasien ini. Betapa banyak harta yang telah dia keluarkan demi mendapatkan kesembuhan. 

Melihat keadaan ini seorang peruqyah itu harus memulai dengan memberikan wejangan agar kejiwaan pasien ini kembali naik dan permulaan yang baik yang harus dilakukan adalah memberitahu pasien ini tentang hal-hal berikut:

1. Kebaikan dibalik musibah sakit:

Katakan kepada pasien bahwa adakalanya dalam hidup ini kita merasakan sehat dan adakalanya kita sakit. Ketika kita sehat, hendaknya kita selalu bersyukur kepada Allah karena dengan nikmat sehat. Dengan kesehatan yang ada pada diri kita, banyak sekali nikmat lainnya yang dapat kita rasakan. Dengan sehat, kita dapat menikmati makan dan minum, ibadah, serta aktivitas hidup lainnya. Sebaliknya, ketika kita sedang sakit, hendaknya kita bersabar atas sakit yang menimpa diri kita.

Selain itu, dengan sakit ini, tentunya kita sadar bahwa nikmat sehat begitu sangat berharga dan sehat merupakan anugerah Allah yang luar biasa. Sebagai seorang yang beriman, sudah selayaknya kita meyakini bahwa ada hikmah di balik musibah sakit yang kita alami.

Pada hakikatnya, semua keadaan seorang muslim mengandung kebaikan di dalamnya, baik ketika sehat ataupun ketika sakit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
" Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruh urusannya itu baik. Hal ini tidaklah didapati kecuali pada diri seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Hal itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya ". (HR. Muslim, no. 2999).

Tidak ada segala sesuatu yang datang menimpa diri kita kecuali terjadi atas izin dari-Nya. Hendaknya kita memahami bahwasannya sakit merupakan ujian dan cobaan dari Allah Ta’ala. Oleh karena itu, kita perlu menanamkan pada diri kita, bahwa akan ada kebaikan dan hikmah di balik musibah sakit. Ketika sakit menimpa diri kita, hendaklah kita berbaik sangka kepada Allah Ta’ala. Ujian sakit yang kita alami adalah bentuk kecintaan Allah Ta’ala kepada hamba-Nya. Hal ini senada dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: 
إذا أحَبَّ اللهُ قومًا ابْتلاهُمْ
" Jika Allah mencintai suatu kaum maka mereka akan diuji” (HR. Ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath, 3/302).

2. Sampaikan kepada pasien mengenai beberapa kebaikan dan hikmah yang dapat kita petik dari musibah sakit:
A. Mendapatkan rida Allah

Seorang yang beriman harus yakin bahwa segala perkara yang terjadi merupakan takdir dan ketetapan dari Allah Ta’ala. Di antara sikap yang perlu ditanamkan pada diri seorang hamba yang sedang mengalami sakit adalah sikap rida. Dengan sikap rida atas cobaan tersebut, maka Allah akan memberikan keridaan kepada hamba-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ، وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ
" Sesungguhnya pahala yang besar diperoleh melalui cobaan yang besar pula. Apabila Allah mencintai seseorang, maka Allah akan memberikan cobaan kepadanya, barangsiapa yang rida (menerimanya) maka Allah akan meridainya dan barangsiapa yang murka (menerimanya) maka Allah murka kepadanya.” (HR. At Tirmidzi no. 2396)

 B: Terhapusnya dosa dan diangkat derajatnya.

Di antara kabar gembira bagi orang yang sakit yaitu  Allah Ta’ala akan menghapuskan dosa-dosanya sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya. Hal ini telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى مَرَضٌ فَمَا سِوَاهُ إِلَّا حَطَّ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا
" Setiap muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya, pasti Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahannya, sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya ". (HR. Al-Bukhari no. 5660 dan Muslim no. 2571).

Selain itu, musibah yang menimpa kita seperti sakit akan mengangkat derajat kita di sisi Allah Ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: 
مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ شَوْكَةٍ فَمَا فَوْقَهَا إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً ، أَوْ حَطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةً
" Tidaklah seorang mukmin terkena duri dan lebih dari itu melainkan Allah akan mengangkat derajat dengannya atau dengannya dihapuskan kesalahan-kesalahannya ". (HR. Bukhari no. 5640 dan Muslim no. 2572).

C:  Pahala yang tetap mengalir

Terkadang ketika sakit menimpa diri kita, kita tidak dapat menjalankan aktivitas ibadah sebagaimana biasanya. Di antara bentuk kasih sayang Allah Ta’ala kepada hamba-Nya adalah pahala amal saleh yang terus mengalir meskipun kita dalam keadaan sakit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إذَا مَرِضَ العَبْدُ، أوْ سَافَرَ، كُتِبَ له مِثْلُ ما كانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
" Apabila seorang hamba sakit atau sedang safar, maka Allah akan menuliskan baginya pahala seperti saat ia lakukan ibadah di masa sehat dan bermukim.” (HR. Bukhari no. 2996).

D: Kecintaan Allah dan pahala tanpa batas jika bersabar

Sikap mulia orang yang beriman ketika ditimpa musibah adalah sabar. Oleh karena itu, sakit yang kita rasakan sudah semestinya kita hadapi dengan penuh kesabaran. Kita tahu bahwa Allah amat mencintai orang-orang yang sabar. Sebagaimana firman-Nya:
وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
" Dan, Allah mencintai orang-orang yang sabar.“. (Ali Imran:146)

Allah Ta’ala juga menjanjikan pahala yang tak berhingga bagi hamba-Nya yang bersabar. Allah Ta’ala berfirman: 
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
" Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10).

Beberapa poin hikmah dan kebaikan di balik musibah sakit diatas sangat perlu disampaikan oleh seorang peruqyah agar kejiwaan pasiennya stabil kembali. Ini akan menyebabkan kejiwaan pasien ini ridho, tenang, sabar, dan penuh harap dengan rahmat Allah subhaanahu wa ta'aala. 

Setelah pasien ini ridho dan tenang, maka dia akan kembali siap untuk melakukan ikhtiar kembali. Katakan kepadanya bahwa berobat itu adalah perintah Allah dan Rasul-Nya.Secara umum berobat itu dianjurkan oleh syariat. Berdasarkan riwayat Abu Darda’ Radhiyallahu ‘Anhu ia berkata:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏ “‏ إِنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلاَ تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ ‏
" Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam bersabda:  " Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit beserta obatnya, dan Dia telah menetapkan bagi setiap penyakit obatnya, maka janganlah berobat dengan perkara yang haram ".(HR. Abu Dawud No:3372).

Dan berdasarkan hadits Usamah bin Syarik Radhiyallahu ‘Anhu ia berkata: Seorang Arab badui bertanya :
يَا رَسُولَ اللَّهِ! أَلَا نَتَدَاوَى؟ قَالَ: نَعَمْ، يَا عِبَادَ اللَّهِ تَدَاوَوْا! فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ شِفَاءً أَوْ قَالَ دَوَاءً إِلَّا دَاءً وَاحِدًا. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُوَ؟ قَالَ: الْهَرَمُ
" Wahai Rasulullah, bolehkah kita berobat?” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam bersabda: “Berobatlah, karena Allah telah menetapkan obat bagi setiap penyakit yang diturunkan-Nya, kecuali satu penyakit!” Para sahabat bertanya: “Penyakit apa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Pikun ". (H.R At-Tirmidzi IV/383 No:1961 dan berkata: “Hadits ini hasan shahih.” Dan diriwayatkan juga dalam Shahih Al-Jami’ No:2930).

Jumhur ulama dari kalangan Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa berobat hukumnya mubah (boleh). Sementara ulama Syafi’iyah, Al-Qadhi, Ibnu Aqil dan Ibnul Jauzi dari kalangan ulama Hambali berpendapat hukumnya mustahab (dianjurkan). Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa sallam diatas yaitu:
إِنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلاَ تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ
" Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit beserta obatnya, dan Dia telah menetapkan bagi setiap penyakit obatnya, maka janganlah berobat dengan perkara yang haram ". ( HR. Abu Dawud No:3372). Dan beberapa hadits lainnya yang berisi perintah berobat.

Ibnul Qayyim berkata: " Dalam hadits-hadits shahih telah disebutkan perintah berobat, dan berobat tidaklah menafikan tawakkal. Sebagaimana makan karena lapar, minum karena dahaga, berteduh karena panas dan menghangatkan diri karena dingin tidak menafikan tawakkal. Tidak akan sempurna hakikat tauhid kecuali dengan menjalani ikhtiyar (usaha) yang telah dijadikan Allah sebagai sebab musabab terjadi suatu takdir. Bahkan meninggalkan ikhtiyar dapat merusak hakikat tawakkal, sebagaimana juga dapat mengacaukan urusan dan melemahkannya. Karena orang yang meninggalkan ikhtiyar mengira bahwa tindakannya itu menambah kuat tawakkalnya. Padahal justru sebaliknya, meninggalkan ikhtiyar merupakan kelemahan yang menafikan tawakkal. Sebab hakikat tawakkal adalah mengaitkan hati kepada Allah dalam meraih apa yang bermanfaat bagi hamba untuk dunia dan agamanya serta menolak mudharat terhadap dunia dan agamanya. Tawakkal ini harus disertai dengan ikhtiyar, jikalau tidak berarti ia telah menafikan hikmah dan perintah Allah. Janganlah seorang hamba itu menjadikan kelemahannya sebagai tawakkal dan jangan pula menjadikan tawakkal sebagai kelemahannya".¹

Setelah melakukan ikhtiar dan ternyata kesembuhan itu tidak datang, maka kembali peran peruqyah ini dibutuhkan. Saat ini pasien sangat perlu diingatkan kembali tentang kehendak Allah subhaanahu wa ta'aala. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 
مَا شَاءَ اللهُ كَانَ وَمَا لَمْ يَشَأْ لَمْ يَكُنْ 
" Apa yang dikehendaki oleh Allah akan kejadiannya pasti terjadi, dan apa yang tidak dikehandaki oleh-Nya maka tidak akan pernah terjadi ". (HR. Abu Dawud).

Ingatkan pasien bahwa iman kepada qada dan qadar itu adalah wajib. Artinya percaya sepenuh hati pada ketetapan Allah SWT, namun bukan berarti tidak berusaha (ikhtiar). Karena keberhasilan tidak akan tercapai tanpa usaha.
مَّا كَانَ عَلَى ٱلنَّبِىِّ مِنْ حَرَجٍ فِيمَا فَرَضَ ٱللَّهُ لَهُۥ ۖ سُنَّةَ ٱللَّهِ فِى ٱلَّذِينَ خَلَوْا۟ مِن قَبْلُ ۚ وَكَانَ أَمْرُ ٱللَّهِ قَدَرًا مَّقْدُورًا
" Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku ".( Al-Ahzab: 38 ).

Apabila Allah telah mentaqdirkan ( Qada ) kepada pasien bahwa dia tidak akan sembuh, maka akan terjadi. Inilah bentuk iman seorang yang beriman. Dan itu adalah perwujudan ( Qadar ) ketetapan Allah subhaanahu wa ta'aala. Ini adalah Iradah Allah. Iradah adalah salah satu sifat dari sifat-sifat Allah di dalam akidah Islam dan termasuk Rububiyah-Nya (Lordship). Allah berkehendak akan terjadinya (atau tidak terjadinya) sesuatu terhadap makhluknya.

Apabila seorang pasien itu menyikapi tidak sembuhnya itu secara islami dalam arti ketidak sembuhannya itu memang sudah ditaqdirkan, maka akan timbul rasa ridho dan tidak akan memgeluh, karena dia yakin bahwa ada hal yang jauh lebih baik daripada kesembuhan yang menantinya berupa rahmat Allah yaitu surganya. Dia sadar mungkin kalau dia disembuhkan, dia tidak akan bisa bersyukur. Dia sadar bahwa itulah mungkin diantara hikmahnya kenapa dia tidak sembuh. Ajaklah pasien ini untuk belajar dari seorang sahabiyah yang bernama Su’airah al-Asadiyyah atau yang dikenal dengan Ummu Zufar radhiyallahu’anha. Beliau ditimpa gangguan jin, dan sering sekali kesurupan. Su’airah al-Asadiyyah berasal dari Habsyah atau yang dikenal sekarang ini dengan Ethiopia . Seorang perempuan yang berkulit hitam, yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan penuh ketulusan. Ia adalah perumpamaan cahaya dan bukti nyata dalam kesabaran, keyakinan dan keridhaan terhadap apa yang telah ditakdirkan Allah berupa gangguan jin. Dia adalah wanita yang datang dan berbicara langsung dengan pemimpin orang-orang yang ditimpa musibah dan imam bagi orang-orang yang sabar, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam.

Dialog mereka berdua diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab shahih mereka berdua, yaitu Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dua kitab yang paling shahih setelah Al-Qur’an dengan kesepakatan para ulama Rahimahumullah dari mulai abad ke-3 Hijriyah sampai sekarang.

Beliau berdua meriwayatkan dari Atha’ bin Abi Rabbah rahimahullah, beliau berkata: " Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata kepadaku: " Maukah aku beritahukan kepada engkau tentang seorang wanita dari penghuni surga? ". Kata Atha’ bin Abi Rabbah rahimahullah: " Iya, tentu. ". " Ini, perempuan yang berkulit hitam ". " Ia telah datang menemui Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam lalu berkata: " Sesungguhnya aku berpenyakit ayan (epilepsi), yang bila kambuh maka tanpa disadari auratku terbuka. Do’akanlah supaya aku sembuh ". " Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: " Jika engkau kuat bersabar, engkau akan memperoleh surga. Namun jika engkau ingin, aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu ". Mendengar tawaran nan berharga itu, sang perempuan mengurungkan niatnya untuk didoakan. " Aku bisa bersabar terangnya ". Namun, ia merasa berdosa ketika auratnya terbuka tanpa disadari saat penyakit ayannya kambuh. Sehingga ia tetap minta didoakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar auratnya tetap tertutup saat penyakit itu kambuh ". Doakanlah kepada Allah Ta’ala agar auratku tidak terbuka pintanya penuh harap ". 

Sesungguhnya beliau radiallahu 'anha adalah kisah yang agung. Dimasukkan di dalam akhlak yang mulia, sifat-sifat yang bagus, kepribadian-kepribadian yang indah, sifat malu yang indah, kesucian dan kebersihan hati. Ia pun dinyatakan sebagai penghuni surga oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berdasarkan wahyu dari Allah Subhanahu wa ta’ala.

Kisah agung diatas perlu diambil ibrahnya, terutama oleh siapa saja yang sekarang sedang diuji dengan penyakit gangguan jin yang sudah lama berikhtiar namun tidak sembuh-sembuh. Yakin bahwa didalam tidak sembuh itu ada hal yang jauh lebih baik menanti yaitu surga. Ridholah terhadap ujian sakit ini, karena itu adalah taqdir yang harus kita imani dan ridhoi. Renungi betapa besar pahala bersabar, dan  ridho terhadap penyakit. Allah menguji dengan penyakit ini, karena Dia ingin bertemu dengan anda dalam keadaan bersih dari dosa-dosa, dan pembersihan itu tidak bisa dengan amalan-amalan lain, tetapi pembersihan itu hanya bisa melalui penyakit. Untuk itu tidak sembuh dari penyakit itu bukanlah suatu siksaan, tetapi itu adalah kasih dan sayang Allah Ta'aala kepada anda. Jangan lihat penyakitnya, tapi lihatlah hikmahnya. Penjelasan ini saya tutup dengan firman Allah Ta'aala berikut. Renungi dengan baik-baik:
وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ
" Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui". ( Al-Baqarah:217 ).

(1): Zaadul Ma’ad IV/15, lihat juga Mausu’ah Fiqhiyyah XI/116

Share ulang 
Ruqyah QHI Klaten 
Dedi Saputra, CAHTM 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kunjungan dari PUSKESMAS NGAWEN - KLATEN di Rumah Sehat Holistik Asy Syifa Klaten (Bekam Holistik Klaten)

TERAPI PROMIL (Program Kehamilan) Rumah Sehat Holistik Asy Syifa Klaten

RAHASIA 'AIN DAN HASAD